Minggu, 20 September 2015

Latimojong Mountain








LATIMOJONG MOUNTAIN

garissg-nenemori-3397-mdpl-6012011-11 (foot’s from latimojong.wordpress.com)


   Gunung Latimojong adalah satu nama gunung di Kabupaten EnrekangSulawesi SelatanIndonesia. Gunung Latimojong berada di tengah-tengah Sulawesi Selatan. Sebagian besar pengunungan ini terletak di daerahKabupaten Enrekang.
Gunung Latimojong merupakan gunung yang tertinggi di Sulawesi Selatan dengan ketinggian 3.680 meter, puncaknya yang bernama Rante Kambola. Pegunungan Latimojong ini membentang dari selatan ke utara. Di sebelah barat Gunung Latimojong adalah Kabupaten Enrekang, sebelah utara Kabupaten Tana Toraja, sebelah selatan adalah daerah Kabupaten Sidenreng Rappang dan area sebelah timur seluruhnya wilayah Kabupaten Luwu sampai di pinggir pantai Teluk Bone.
My Journey!
kaki latimojong  (foot’s from www.diskusilepas.com)
latimojongPW1 (foot’s from archive.kaskus.co.id)

Sudah lama rasanya saya tidak menulis lagi karena kesibukan di keseharian saya, dan juga seperti kehilangan semangat untuk menulis. Okay, kali ini saya akan menceritakan perjalanan saya sewaktu melakukan perjalanan ke Gunung Latimojong, di tanah Sulawesi. pada Mei 2014 kemarin. Here we are
Pada medio Januari 2014 kemarin, Fauzan, seorang teman kuliah dan saudara STAPALA yang sekarang bekerja di Kota Sorong memposting rencana perjalanan naik gunung melalui jejaring Facebook. Tidak tanggung-tanggung, gunung yang akan didaki adalah gunung Latimojong, yang merupakan gunung tertinggi di Pulau Sulawesi, yaitu dengan Puncaknya yang bernama Rante Mario. Apakah saya berpikir panjang untuk join? tentu tidak! haha..tanpa memikirkan kecukupan biaya ataupun cuti, saya langsung menghubungi Fauzan, dan mengatakan untuk ikut bergabung dalam perjalanan itu!
Nah, niat sudah ada, tinggal memperkirakan waktu dan biaya nya nih. Mulai deh nabung, dan berniat untuk memulai lari pagi minimal tiga hari seminggu. Dan realisasinya? Dari bulan Januari sampai H-1 berangkat, total pagi hari yang dipakai untuk olahraga hanya tiga kali, suram memang, tiap pagi suka telat bangun, keasikan begadang, haduh..
Selanjutnya adalah, mempersiapkan dari jauh-jauh hari perlengkapan yang akan dibawa. Dari kupluk hingga sepatu gunung, dari pakaian dalam hingga jaket, dan sebagainya. Lengkapnya ini nih listnya, kali aja bisa sebagai referensi buat teman-teman yang pengen naik gunung:
1. Pakaian secukupnya, (celana, kaos, kemeja, dll)
2. Slayer, topi rimba, atau apapun itu yang penting menutupi kepala,
3. Jaket hangat, Wajib coy!
4. Kerir/tas gunung,
5. Raincoat/jas hujan, Wajib juga!
6. Sarung tangan,
7. Sepatu gunung/sandal gunung, mau swalloan jga oke2 aja, tergantung ketahanan, hehe..
8. Kaos kaki 2 pasang dipake jalan, 1 pasang dipake kalo mau tidur,
9. Sleeping bag,
10. Kompor,
11. dll….
okee, selesai mempersiapkan perlengkapan, seterusnya tinggal menunggu tanggal mainnya. Waktu itu Fauzan sendiri yang mengurus proses administrasi dan mencari transportasi selama di Baraka, sehingga saya tinggal datang pada meeting point yang telah disepakati. Namun buat teman-teman yang pergi sendiri yang ingin ke Gunung Latimojong, sebelum berangkat kesana diperhatikan proses perizinannya, kemudian cari informasi mengenai transportasi dari Kecamatan Baraka ke dusun Karangan, dusun terakhir sebelum memulai pendakian gunung Latimojong, karena biasanya menyewa mobil Jeep disana agak susah.
Hari 1:
Nah, seperti biasa, saya berangkat dari kota Padang Sidempuan dengan bus terlebih dahulu menuju Kota Medan selama 10 jam perjalanan hingga sampai di Bandara Kuala Namu. Selanjutnya saya naik pesawat ke Makassar, dan transit di Jakarta, kemudian sekitar pukul 10 pagi waktu setempat tiba di Bandara Sultan Hasanuddin, bandara di Makassar. Alhamdulilah, akhirnya saya menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di tanah Sulawesi. Selanjutnya saya menuju Tanah Bira di ujung selatan Pulau Sulawesi, yang nantinya akan saya ceritakan di lain kesempatan.
Hari 2:
(Bira)
Hari 3:
Setelah puas selama tiga hari di Bira, sekitar pukul 11 siang, saya melanjutkan perjalanan pulang ke Makassar, dan sampai di Makassar sekitar pukul 5 sore. Sempat kesulitan mencari terminal bus, nanya-nanya orang, akhirnya setelah berganti angkot 2 kali, sampai juga di terminal bus  kota Makassar di seputaran Jalan Perintis Kemerdekaan. Langsung saya cari bus dengan tujuan Toraja, karena saya berencana mengunjungi Tana Toraja dulu sebelum ke Baraka. Saya mengambil bus dengan nama perusahaan Litha & co waktu itu. Busnya cukup nyaman menurut saya. Malam itu juga saya bertemu dengan teman saya Pardamean Harahap di terminal, dan tak lama kemudian bus pun berangkat.
Sempat mengalami pengalaman tak enak, ketika bus ngetem di sebuah terminal entah dimana namun masih di Kota Makassar, masuklah serombongan penjaja buah, yang rata2 adalah pemuda tanggung sekitaran 10 orang. Mereka menawarkan buah yang dibungkus plastik seharga Rp 5.000, ya betul, cuma Rp 5.000 untuk sebungkus apel yang terdiri atas 4 buah, dan sebungkus anggur juga. Saya sudah tak tertarik beli, namun teman saya karena tertarik dengan harga yang sangat miring itu, berniat membeli 2 bungkus. Dan yang terjadi adalah, ya, scamming! ternyata harganya Rp 45.000 satu bungkus. Bangke banget ya! dan saya sudah sempat adu mulut, dan mereka tiba-tiba bergerombol di bangku kami sambil ngancam-ngancam, untunglah teman saya itu orangnya berkepala dingin, dengan segera dia mengambil satu bungkus apel kemudian membayarnya, dan mengembalikan sisa bungkusan yang kami pegang. Kalau saya sendirian disitu, sudah berkelahi pun jadilah!
Hari 4:
(seharian penuh kami di Toraja, nanti saya ceritakan di lain kesempatan)..
Malamnya dari Tana Toraja, kami agak kerepotan menuju Kecamatan Baraka, dikarenakan tidak ada bus ataupun travel yang langsung ke Baraka, hanya turun di suatu tempat di Enrekang. Jadinya kami mencari-cari informasi, dan akhirnya berkat bantuan bapak angkot yang kami tumpangi mencari bus, kami pun mendapatkan bus pada malam itu dengan tujuan Enrekang. Kecamatan Baraka itu terletak di Kabupaten Enrekang, sehingga pemikiran kami waktu itu kami cukup ke Enrekang dulu, dan ke Barakanya nanti saja dipikirin, hehe..
Di perjalanan menuju Enrekang, saya menghubungi no kontak yang ada di Baraka, yaitu Pak Dadang, dari KPA Lembayung (salut sama beliau, beliaulah yang menjembatani kami untuk dapat transportasi dari Baraka ke Karangan, kemudian yang menjadi tempat persinggahan kami selama di Baraka). Dan setelah menceritakan kronologisnya, beliau berjanji akan menjemput kami di Enrekang, yang pada awalnya kami kira jaraknya ga terlalu jauh. Ada sekitar 3 jam perjalanan dari Toraja menuju Enrekang, dan sesampai di sana, kami pun menghubungi beliau kembali. Dan ternyata sudah ada dua orang anak muda yang menjemput kami dengan motor. Alhamdulilah..
Perjalanan dari suatu tempat di Enrekang itu ke Kecamatan Baraka ternyata sangat jauh, sekitar satu jam perjalanan, wah wah, kami sangat merepotkan mereka. Sesampai di rumah Pak Dadang, kami disambut beliau dengan hangat. Kami bercerita banyak hal, bahkan mengenai Gunung Latimojong juga, sembari minum kopi yang disediakan istri beliau. Ternyata Pak Dadang merupakan pendiri KPA Lembayung yang berada di Kecamatan Baraka tersebut. KPA tersebut sering membantu para pendaki yang ingin menaiki Gunung Latimojong. Salut deh! Dan kemudian sisa malam itu kami lanjutkan dengan mengistirahatkan badan yang sudah lelah..
Hari 5:
Sekitar pukul 5 pagi, saat masih asik terlelap dalam dinginnya cuaca, rombongan tim akhirnya tiba di Baraka juga. Mereka adalah teman-teman seperjalanan yang baru berangkat tadi malamnya dari Makasar, yah, rombongan Fauzan, leader perjalanan kali ini. Kami segera packing, karena diperkirakan mobil Jeep yang akan membawa tim ke dusun Karangan akan tiba pada pagi ini. Rencana kami yang semula akan berangkat jam 11 siang kami percepat, dengan harapan nanti sore sudah bisa sampai di Pos 2 untuk nge-camp.
Sekitar jam 7 pagi, mobil tumpangan kami akhirnya tiba. Ternyata supirnya adalah teman Pak Dadang sendiri, yang sudah biasa mengantar jemput para pendaki dari Baraka ke Karangan. Sekedar informasi, jarak antara Baraka menuju Karangan sendiri ditempuh dalam waktu lebih kurang empat jam dengan mobil Jeep. Kebayang kan kalau jalan kaki, haha… Namun alternatif lain adalah bisa menyewa ojek dari Baraka. Terkadang ada juga pendaki solo atau cuma berdua yang menyewa ojek sebagai transportasi dari dan ke dusun Karangan.
Jam 8 pagi, kami pun berangkat setelah sebelumnya dijamu sarapan pagi oleh istri Pak Dadang. Selanjutnya mampir di Pos Polisi Baraka untuk membuat perizinan dan laporan tim yang berangkat. Ketika itu cuaca berawan, diselingi oleh gerimis. Dan perjalanan pun dimulai…

10353179_10202157929416827_1783689157519255242_n (dalam perjalanan dari Baraka menuju Dusun Karangan)
Sekitar pukul 1 siang kami akhirnya tiba di dusun Karangan, dusun terakhir sebelum memulai start pendakian. Perjalanannya agak terlambat dikarenakan sempat terjadi kerusakan pada mobil Jeep yang kami tumpangi. Wajar saja, mengingat medannya yang berat dan berlumpur, dimana di sepanjang jalan, jurang mengaga lebar di sebelah kanan, membuat mobil berjalan perlahan. Kami segera melapor ke Kepala Dusun Karangan, yang ternyata rumah beliau sering dijadikan Basecamp oleh para pendaki.
 (pose tim lengkap bersama porter)
 (di depan Basecamp rumah Kepala Dusun Karangan)
Sekitar pukul 2 siang lebih, kami pun memulai perjalanan, trek dari Karangan menuju Pos 1 adalah melewati ladang masyarakat, jalanan terkadang berlumpur, dan sesekali melewati sungai kecil. Di awal perjalanan ini saya tidak terlalu memperhatikan jalur, dan itu sangat fatal bagi saya pada waktu turunnya kelak. Banyak persimpangan sepanjang perjalanan menuju Pos 1. Adapun waktu tempuh kami hingga ke Pos 1 memakan waktu sekitar satu setengah jam, karena kami berjalan pelan. Oh ya, di perjalanan ini kami ditemani oleh tiga orang porter dari KPA Lembayung yang kesemuanya adalah anak muda, lebih muda dari saya, haha… Tim kami sendiri terdiri atas sembilan orang lelaki dan seorang perempuan yang merupakan senior saya sewaktu di kuliah. Beliau ikut karena suaminya juga ikutan, haha..
1384206_10202157955297474_3334849072896147917_n (pondokan sebelum Pos 1)

10440822_10202157958737560_9113430759794241927_n (jalur maut di Pos 2)
Pukul empat sore kami tiba di Pos 1, adapun Pos 1 berupa tanah gundul dan tidak ada mata air disekitar pos ini, dan menurut saya juga tidak cocok dijadikan lokasi perkemahan. Kami hanya berhenti sebentar disini karena berharap sampai di Pos 2 tidak kemalaman. Perjalanan menuju Pos 2 sendiri adalah memasuki kawasan hutan lebat dan gelap. Treknya terkadang naik dan kadang turun, tanahnya berlumpur, dan disebelah kirinya adalah jurang, sangat berbahaya. Di sepanjang trek ini tenaga saya terkuras, bahkan ada seorang teman yang hampir jatuh saat melewati kayu yang berfungsi sebagai jembatan darurat melewati jurang. Treknya cenderung banyak menurun karena ternyata Pos 2 berada di lembah.
Sekitar pukul setengah 6 kami pun sampai di Pos 2, dan ternyata sudah banyak pendaki lain yang tiba. Rupanya kami cukup apes karena hampir saja tidak mendapatkan lokasi untuk mendirikan tenda, dikarenakan rombongan pendaki yang telah tiba terlebih dahulu berjumlah lebih dari 30 orang, ternyata mereka berasal dari satu universitas di Makasar yang melakukan pendakian massal. Untuk melanjutkan perjalanan ke Pos 3 tim kami sudah tidak sanggup lagi dikarenakan trek dari Pos 2 ke Pos 3 itu adalah trek yang paling terjal. Pos 2 itu sendiri berada di sebelah sungai kecil yang sangat deras. Ada juga cekungan batuan serta tanahnya cukup datar sehingga Pos 2 merupakan tempat yang sangat ideal untuk mendirikan kemah walaupun luasnya tidak seberapa.
Setelah menunggu sekitar sejam, akhirnya kami pun kebagian tempat untuk mendirikan tenda walaupun letaknya tidak terlalu bagus, namun itu juga diperoleh setelah rombongan sebelumnya membereskan peralatan masak mereka dan barang mereka lainnya untuk memberikan tempat bagi kami, terima kasih.. Kegiatan malam itu kami isi dengan beristirahat penuh setelah makan malam karena badan yang sudah lelah serta berupaya mengumpulkan tenaga lagi untuk melanjutkan perjalanan keesokan harinya. Beruntung cuaca pada malam itu cukup cerah, dan tidak ada hujan setelah sebelumnya hujan menyertai perjalanan kami di sepanjang perjalanan dari Pos 1 ke Pos 2.
10376063_10202157959977591_8595714843558663779_n
10380889_10202157964897714_5440985203196694452_n (Pos 2)
Hari 6:
Kami bangun cukup cepat keesokan harinya, saya tidur tidak terlalu nyenyak karena kedinginan. Setelah sarapan dan packing, sekitar pukul sembilan pagi, kami pun memulai pendakian kembali. Trek dari Pos 2 ke Pos 3 adalah trek yang paling terjal menurut saya, tingkat kecuraman bisa sampai 70 derajat kawan! Namun dikarenakan suasana pegunungan yang begitu terasa indah bagi saya, cuaca yang cukup cerah, dan bau pohon yang khas membuat saya tidak terlalu merisaukan trek. Saya begitu menikmati perjalanan ini. Adapun waktu tempuh dari Pos 2 ke Pos 3 sekitar satu jam perjalanan. Sesampai di Pos 3, tim kami mulai berpencar, ada rombongan yang cepat, rombongan menengah, dan rombongan sweeper, dan disitulah saya berada, hehe..

    Hanya beristirahat sejenak, kemudian perjalanan kami lanjutkan kembali menuju Pos 4. Trek dari Pos 3 ke Pos 4 tidak seperti trek sebelumnya, walaupun ada yang terjal tapi menurut saya cukup landai. Waktu tempuh dari Pos 3 ke Pos 4 sekitar sejam perjalanan juga. Keadaan Pos 4 sama seperti Pos 3, yaitu tanah datar dan tidak terlalu luas. Di Pos 3 dan Pos 4 tidak ada mata air.

Di Pos 4 lagi-lagi hanya beristirahat sekadarnya sembari menikmati cemilan dan minum, kami melanjutkan perjalanan kembali. Trek menuju Pos 5 dari Pos 4 cukup jauh, sekitar satu setengah jam perjalanan. Walaupun treknya terkadang terjal, namun cukup landai juga seperti dari Pos 3 ke Pos 4. Sesampai di Pos 5, waktu sudah menunjukkan pukul dua siang, dan di Pos 5 juga tim kami yang semula berpencar akhirnya berkumpul lagi. Adapun Pos 5 sendiri berupa tanah datar yang luas, dan juga terdapat mata air sehingga banyak pendaki sering bermalam di sini. Di Pos 5 kami makan siang seadanya saja, dan tidak makan berat, serta mengisi perbekalan air.

10173797_10202157993658433_5599229530705789623_n
Setelah beristirahat cukup lama, kami pun berjalan lagi menuju Pos 6. Memang target kami hari ini adalah sampai ke Pos 7 dan bermalam disana, disambung muncak keesokan harinya. Trek dari Pos 5 ke Pos 6 terjal juga, dan sesekali ada jalan bonus, lama perjalanan sekitar satu jam. Di Pos 6 sendiri berupa tanah datar yang tidak terlalu luas serta terbuka, tidak ada mata air disekitarnya. Hanya beristirahat sejenak kami berjalan kembali menuju Pos 7. Dan trek dari Pos 6 menuju Pos 7 sendiri juga cukup terjal dan sesekali ada jalan bonus. Disini vegetasi tanamannya mulai berubah, pepohonannya semakin pendek dan berdaun jarang. Dan segera saja hutannya berubah menjadi hutan lumut yang indah menurut saya. Jarak tempuh dari Pos 6 ke Pos 7 sekitar satu setengah jam perjalanan.

Tiba di Pos 7 hari sudah sore, matahari hampir tenggelam. Teringat bahwa saya belum sholat, sehingga memutuskan untuk sholat terlebih dahulu, cuaca sangat dingin sekali. Angin senja menerpa saya saat sholat dan saya menggigil kedinginan. Bahkan salah seorang teman saya juga dengan pedenya membuka baju, dan akhirnya ikut kedinginan juga, hahaa..memang sewaktu berjalan dari Pos 6 ke Pos 7 kami kegerahan. Namun sesampai di Pos 7 cuaca tiba-tiba berubah menjadi dingin sekali. Lokasi Pos 7 cukup datar, dan memiliki lokasi terbuka, pepohonan pendek terdapat di sekitarnya sehingga wajar saja angin langsung menerpa kami yang beristirahat di pos tersebut. Terdapat mata air bersih di sekitar Pos 7, agak mlipir kebawah untuk mencapai lokasi mata air, sehingga para pendaki terkadang ada juga yang mendirikan tenda di pos ini.



Ternyata kami tidak mendirikan tenda di Pos 7, namun berjalan agak kedepan lagi, karena di Pos 7 itu sangat tidak kondusif untuk mendirikan tenda. Disamping tempatnya yang terbuka, yang pasti angin langsung menerpa kita, juga tidak terlalu luas. Saya segera berjalan kembali menuju tenda kami didirikan, dan malam pun menjelang. Cuaca sangat dingin, saya menggigil dengan hebat. Ya benar, cuacanya sangat dingin. Ada sekitar lima belas menit berjalan, dan akhirnya kami menemukan posisi tenda kami. Adapun malam itu saya menggigil kedinginan lagi, walaupun sudah memakai jaket yang tebal. Suhunya menurut saya sangat ekstrim. Kegiatan malam itu kami isi dengan beristirahat, dan tidak melakukan banyak aktivitas.
10441198_10202158005898739_5635977972779598086_n
Hari 7:
10274015_10202158018099044_1894861563431237736_n
10349014_10202158031339375_3776439198349436096_n
Pagi harinya, sekitar pukul  6 pagi, kami bergegas muncak. Memang dari awal kami tidak berniat untuk mencari sunrise pagi itu. Jarak puncak Latimojong dari lokasi kami berkemah hanya sekitar setengah jam saja. Namun, jalurnya cukup terjal, dan memiliki banyak simpang, sehingga harus berhati-hati memilih jalur. Sekitar pukul tujuh kurang, sampailah kami di puncak tertinggi pulau Sulawesi, ya puncak Rante Mario, 3478 mdpl!! Saya segera sujud syukur kepada Sang Pencipta, bersyukur diberikan kesempatan untuk menikmati keindahan dan kebesaran ciptaan-Nya. Alhamdulilah….

10406376_10202158022019142_2466931439728929710_n

Cuaca di puncak sangat dingin, saya yang sudah memakai pakaian berlapis saja masih kedinginan. Kami di puncak ada sekitar setengah jam saja. Puas mengabadikan momen, kami pun segera beranjak pulang. Sesampai di tenda, kami pun segera packing. Rencana kami hari ini adalah segera turun dan berharap sore sudah sampai kembali di Basecamp Karangan.
Pada saat perjalanan turun, tim kami terpencar kembali menjadi tiga bagian, rombongan yang dipimpin Fauzan melesat pertama, selanjutnya adalah saya, dan terakhir rombongan teman-teman lainnya. Medan pendakian yang sangat menyiksa, membuat perjalanan turun ini terasa sama melelahkannya dengan saat naik, terkadang saya harus berhenti untuk melemaskan kaki yang sudah mulai kram.
Tiba kembali di Pos 2 yang menjadi tempat kemah saat naik, waktu sudah menunjukkan pukul empat sore, saya bertemu dengan rombongan Fauzan. Jarak kami ternyata lebih dari setengah jam, cukup jauh juga ternyata. Di Pos ini saya sholat dan makan cemilan seadanya, serta melemaskan otot-otot yang sudah tegang. Tak lama kemudian rombongan Fauzan pun melanjutkan perjalanan, sebenarnya saya ingin mengikutinya, namun dikarenakan waktu itu kaki saya masih lemas, saya terpaksa menunda keberangkatan saya. Asumsi yang saya peroleh dari keterangan teman-teman pendaki lainnya, jarak antara Pos 2 dengan desa sekitar dua jam. Kala itu waktu masih menunjukkan pukul hampir setengah lima sore.
Saya pun dengan pede memulai berjalan sendirian lagi, keterangan dari porter yang ditemui di Pos 2 mengatakan tidak akan ada jalur yang membingungkan, hanya berbelok ketika sudah memasuki perkebunan warga. Disinilah letak kesalahan saya yang kedua, yaitu berjalan sendirian. Dan kesalahan saya yang pertama adalah tidak mengingat jalur pendakian awal dari desa ke Pos 2 dikarenakan keasikan ngobrol dengan porter sepanjang perjalanan. Yang saya ingat hanyalah medan dari Pos 1 ke Pos 2 sangat sulit, dimana di sebelah kiri jurang, ditambah kondisi jalur yang licin dan berlumpur.
Saat saya sudah berada di tengah perjalanan, hujan kembali mengguyur, jalur kembali sangat licin, dengan sangat perlahan saya menyusuri jalur sembari berpegangan dengan tanaman-tanaman yang tumbuh di pinggir jalur. Perkiraan saya jarak Pos 2 ke Pos 1 hanyalah satu jam, yang ternyata salah, karena setelah lama berjalan, saya belum juga keluar dari hutan. Sekadar informasi, jalur Pos 2 ke Pos 1 adalah menembus hutan lebat. Namun saya masih pede bahwa jalur saya benar dikarenakan terdapat beberapa pita tanda penunjuk jalan di sepanjang jalur. Jadi ketika saya mulai merasa ragu terhadap jalur tersebut, saya kemudian melirik kiri kanan untuk menemukan pita, dan setelah menemukannya, merasa lega, dan kembali berjalan.
Pukul enam sore, akhirnya saya keluar dari hutan tersebut, dan dikejauhan terlihat papan penunjuk Pos 1, alhamdulilah, batin saya. Sempat beristirahat di Pos 1, namun hanya sebentar, karena senja sudah turun. Syukurnya hujan telah berhenti. Dari belakang, sama sekali tidak terlihat pendaki yang menyusul, dan di depan sama sekali tidak terlihat juga rombongan pendaki ataupun penduduk lokal. Saya melanjutkan perjalanan kembali, disini saya hanya mengingat satu spot saja, yaitu gubuk di samping sungai kecil, dan malam pun menjelang, sehingga saya pun menyalakan senter.
Selanjutnya, saya sudah tidak ada ingatan sama sekali dengan jalur tersebut, yang saya ingat adalah, hanya terdapat satu jalur saja, dan ada pertigaan, satu menuju ke desa, satu kembali ke arah hutan. Kegelapan menyelimuti areal perkebunan, saya berjalan dengan perlahan, disini saya sudah gamang, sambil terus mengingat Tuhan. Saya banyak berdoa, sembari mengusir ketakutan, yah, bagaimanapun, selain takut salah jalan, saya juga takut adanya makhluk halus yang mengganggu. Apalagi informasi tentang jalur Latimojong ini sedikit sekali yang saya dapatkan dari internet.
Semakin jauh saya melangkah, saya menemukan persimpangan lagi, satu ke arah atas, satu ke arah bawah, disini saya benar-benar tidak ingat sama sekali. Walaupun saya sudah sering naik gunung, namun kala itu, saya benar-benar bingung untuk menentukan arah. Pita-pita yang sepanjang pendakian sangat membantu, namun begitu malam tiba, tidak terlihat lagi, atau mungkin bahkan tidak ada lagi sejak memasuki areal ladang warga. Terkadang memang saya masih melewati hutan. Ketika itu waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam.
Ada sekitar satu jam saya bolak-balik, pertama saya mengambil persimpangan ke arah bawah, namun setelah cukup jauh berjalan, ternyata  dan memasuki areal hutan lagi sehingga saya ragu, dan memilih kembali ke persimpangan lagi. Ketika saya melihat cahaya, saya mengira itu adalah cahaya senter pendaki yang telah sampai juga, ketika saya kejar kebelakang, ternyata hanyalah cahaya kunang-kunang.
Pun ketika saya memutuskan untuk mengambil persimpangan ke atas, saya meninggalkan tas dan berjalan. Namun, setelah di atas, tidak ada sama sekali jejak kaki di lumpur di jalur, sehingga saya ragu juga, karena saya berpikir rombongan Jane pastilah kalau lewat jalur ini akan meninggalkan jejak langkah. Saya kembali ke tempat asal, dimana tas saya lepaskan, dan mulai duduk. Saya berpikir, apa saya salah mengambil jalur sebelumnya?
Setelah cukup lama duduk di persimpangan karena lelah bolak-balik, tiba-tiba di kejauhan saya melihat cahaya beriringan, sempat ragu itu cahaya kunang-kunang lagi. Lama saya perhatikan, dan saya mengambil keputusan untuk mencari tahu. Saya memanggul tas saya, dan mengejar cahaya tersebut, dan alhamdulilah, ternyata rombongan pendaki asal Bandung yang sempat turun bersama sebelumnya. Pastilah mereka mengira saya makhluk jadi-jadian atau apalah, karena kondisi saya yang ngos-ngosan dan berkeringat, saya menyapa mereka dan berkata saya bingung terhadap jalur turun. Mereka hanya tertawa kecil, dan mengajak untuk turun bersama. Selanjutnya kami pun akhirnya sampai di desa.
Tiba di desa, saya agak kesulitan mencari posisi Basecamp, dikarenakan malam yang sudah menyelimuti dusun, dan juga orientasi saya terhadap jalan di dusun kala itu blank sama sekali. Namun akhirnya, setelah bertanya sana-sini, sampai juga saya di Basecamp, yang tak lain rumah Kepala Dusun. Saya disambut Fauzan dan lainnya, sembari bertanya kenapa sendirian. Sekitar satu jam berselang, teman saya Pardamean juga tiba sendirian, haha, dan ternyata dia juga sempat mutar-mutar sendirian di persimpangan dimana saya juga bingung tadi. Sepertinya untuk kedepannya perlu dibuat papan penunjuk arah rasanya.
Setelah menunggu hingga pukul 11 malam, teman kami yang lainnya belum juga sampai. Kami sudah khawatir dan mulai berpikir bahwa mereka melanjutkan menginap di Pos 2, karena berdasarkan informasi dari Pardamean, dia juga sudah ketemu rombongan di Pos 2. Kami pun berembuk, dan sepakat seperti yang kami asumsikan sehingga kami pun beranjak tidur. Kami juga cukup tenang dan tidak terlalu cemas mengingat semua porter yang kami bawa berada di kelompok belakang.
Sekitar pukul 12 malam, saat mulai terlelap, tiba-tiba dua orang teman sampai di Basecamp. Kami pun terkejut bukan main. Mereka menjelaskan kondisi terkini bahwa beberapa teman kami ada yang tidak sanggup berjalan kembali karena mengalami kram. Mereka ternyata berada di pondokan penduduk di sekitar Pos 1. Setelah berembuk, diputuskan tiga orang dari kami menyusul kesana seraya membawa bahan makanan dan baju hangat.
Keesokan harinya barulah tim kami berkumpul kembali semua. Ternyata tim yang menyusul tadi malam ikut bermalam disana mengingat ada teman yang tidak memungkinkan untuk berjalan kembali malam itu karena butuh istirahat. Alhamdulilah, semua selamat kembali ke Basecamp tanpa kekurangan apa pun. Setelah itu kami istirahat sambil menunggu mobil Jeep menjemput kami kembali. Sekitar pukul 10 siang, kami pun meninggalkan Basecamp Karangan, dan empat jam kemudian sudah sampai kembali di rumah Pak Dadang, di Baraka.
Terima kasih yang sebesar-besarnya buat tim saya, buat Pak Dadang dan KPA Lembayung, buat para porter kami, buat Bapak sopir mobil Jeep, dan buat Bapak Kepala Dusun Karangan. Oh ya, sebagian besar dari foto yang ada di Catatan Perjalanan ini adalah hasil jepretan teman saya Pardamean Harahap yang dengan cemerlang mengabadikan momen yang ada. Banyak sih sebenarnya fotonya, tapi hanya sebagian kecil yang saya muat di Catatan Perjalanan ini, dan atas seizin beliau. Dan, saya senang mendapat kenalan baru dari perjalanan kali ini. Alhamdulilah… see you guys, on the next journey!!

10414909_10202158029099319_7491419887082695578_n

Tidak ada komentar:

Posting Komentar